ANALISIS KEBIJAKAN PERTANIAN di MALUKU
UTARA
Sebagaimana telah
dipahami bersama oleh berbagai kalangan, pembangunan pertanian memiliki arti
yang sangat strategis, tidak hanya bagi negara-negara berkembang, bagi negara
maju pun pertanian tetap mendapat perhatian dan perlindungan yang sangat
serius.
Paradigma pembangunan pertanian meletakkan petani sebagai subyek, bukan
semata-mata sebagai peserta dalam mencapai tujuan nasional. Karena itu
pengembangan kapasitas masyarakat guna mempercepat upaya memberdayakan ekonomi
petani, merupakan inti dari upaya pembangunan pertanian/pedesaan. Upaya
tersebut dilakukan untuk mempersiapkan masyarakat pertanian menjadi mandiri dan
mampu memperbaiki kehidupannya sendiri. Peran Pemerintah adalah sebagai
stimulator dan fasilitator, sehingga kegiatan sosial ekonomi masyarakat petani
dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.
Hal ini
selalu menjadi PR bagi pemerintah dalam mengentaskan masalah-masalah pertanian
di Indonesia, pemerintah selalu memberikan progam-progam untuk membangun
pertanian yang lebih baik untuk Indonesia. Seperti beberapa kebijakan-kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah.
Beberapa rumusan
kebijakan pembangunan sektor pertanian yang penting yang disusun berdasarkan
hasil kajian sebagai berikut:
(1) Kebijakan Pengendalian
Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian;
(2) Kebijakan Reservasi Lahan
Sawah di Jawa;
(3) Kebijakan Kemandirian
Pangan Nasional;
(4) Kebijakan Penentuan Harga
Dasar Pembelian Gabah;
(5) Kebijakan Peningkatan
Tarif Gula untuk Meningkatkan Pendapatan Petani Tebu;
(6) Kebijakan Harga Air
Irigasi;
(7) Kebijakan Tarif Impor Paha
Ayam dalam Melindungi Industri Perunggasan Nasional;
(8) Kebijakan Tata Niaga dan
Distribusi Pupuk Bersubsidi di Indonesia;
(9) Kebijakan Percengkehan
Nasional.
Beberapa
kebijakan-kebijakan diatas merupakan kebijakan pemerintah salah satunya untuk
pertanian di Indonesia.
Arah kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia saat
ini tentang pentingnya pembangunan pertanian khususnya di pedesaan seringkali
didengung-dengungkan, namun dalam kenyataannya tetap saja pemberdayaan petani
masih kurang diperhatikan. Melihat kondisi pertanian saat ini dapat diuraikan
sebagai berikut:
1.
Pendapatan petani masih rendah baik secara nominal maupun secara relatif
dibandingkan dengan sektor lain;
2. Usaha
pertanian yang ada didominasi oleh ciri-ciri:
a. skala kecil,
b. modal terbatas,
c. teknologi sederhana,
d. sangat dipengaruhi musim,
e. wilayah pasarnya lokal,
f. umumnya berusaha dengan
tenaga kerja keluarga sehingga menyebabkan terjadinya involusi pertanian
(pengangguran tersembunyi),
g. akses terhadap kredit, teknologi dan
pasar sangat rendah,
h. Pasar komoditi pertanian sifatnya
mono/oligopsoni sehingga terjadi eksploitasi harga pada petani.
3.
Pendekatan parsial yang yang bertumpu pada peningkatan produktifitas usahatani
yang tidak terkait dengan agroindustri. Hal ini menunjukkan fondasi dasar
agribisnis belum terbentuk dengan kokoh sehingga sistem dan usaha agribisnis
belum berkembang seperti yang diharapkan, yang terjadi kegiatan agribisnis
masih bertumpu pada kegiatan usahatani.
4.
Pembangunan pertanian yang ada kurang terkait dengan pembangunan pedesaan.
5. Kurang
memperhatikan aspek keunggulan komparatif yang dimiliki wilayah. Pembangunan
agribisnis yang ada masih belum didasarkan kepada kawasan unggulan.
6. Kurang
mampu bersaing di pasaran, sehingga membanjirnya impor khususnya komoditas
hortikultura.
7. Terdapat
senjang produktivitas dan mutu yang cukup besar sehingga daya saing produk
pertanian Indonesia masih mempunyai peluang yang sangat besar untuk
ditingkatkan.
8. Pangsa
pasar ekspor produk pertanian Indonesia masih kecil dan sementara kapasitas dan
potensi yang dimilikinya lebih besar.
9. Kegiatan
agroindustri masih belum berkembang. Produk–produk perkebunan semenjak zaman
Belanda masih berorentasi pada ekspor komoditas primer (mentah)
10. Terjadinya degradasi kualitas
sumberdaya pertanian akibat pemanfaatan yang tidak mengikuti pola-pola
pemanfaatan yang berkelanjutan .
11. Masih lemahnya kelembagaan usaha
dan kelembagaan petani. Usaha agribisnis skala rumahtangga, skala kecil dan
agribisnis skala besar belum terikat dalam kerjasama yang saling membutuhkan ,
saling memperkuat dan saling menguntungkan. Yang terjadi adalah penguasaan
pasar oleh kelompok usaha yang kuat sehingga terjadi distribusi margin
keuntungan yang timpang (skewed) yang merugikan petani.
12. Lemahnya peran lembaga
penelitian, sehingga temuan atau inovasi benih/ bibit unggul sangat terbatas
13. Lemahnya peran lembaga
penyuluhan sebagai lembaga transfer teknologi kepada petani, setelah era
otonomi daerah.
14. Kurangnya pemerintah
memberdayakan stakeholder seperti perguruan tinggi, LSM, dalam pembangunan
pertanian.
15. Lemahnya dukungan kebijakan
makro ekonomi baik fiscal maupun moneter seperti kemudahan kredit bagi petani,
pembangunan irigasi maupun pasar, dll.
Pembangunan pertanian
terus dijadikan pekerjaan yang harus terleasisasikan dengan baik, beberapa
daerah sudah melakukan beberpa progam kebijakan pertanian, termasuk di daerah
Maluku Utara.
Sasaran pembangunan pertanian Propinsi Maluku Utara ditetapkan berdasarkan
program revitalisasi pertanian, meliputi kegiatan peningkatan ketahanan pangan,
pengembangan agribisnis, dan peningkatan kesejahteraan petani. Sedangkan
sasaran yang ingin dicapai adalah adanya usaha di sektor hulu usahatani (on
farm), hilir (agroindustri) dan usaha penunjang lainnya, peningkatan
pertumbuhan PDRB sektor pertanian, peningkatan ekspor produk pertanian segar
maupun olahan, peningkatan kapasitas dan posisi tawar petani, penguatan
kelembagaan petani, peningkatan akses petani terhadap sumberdaya produktif; dan
peningkatan pendapatan petani.
Sebagai upaya mendukung sasaran pembangunan pertanian,
maka tujuan dan sasaran kegiatan penelitian dan pengembangan di Badan Litbang
Pertanian dan jajarannya dalam lima tahun ke depan difokuskan pada eksplorasi,
karakterisasi, konservasi dan peningkatan manfaat potensi sumberdaya domestik
melalui inovasi teknologi tinggi strategis dan spesifik lokasi. Selain itu
Badan Litbang Pertanian juga diharapkan mampu berperan dalam memberikan
rekomendasi kebijakan sosial, ekonomi dan rekayasa kelembagaan serta
menghasilkan model pengembangan agribisnis berbasis komoditas, agroekosistem,
dan atau wilayah. Untuk mewujudkan peran diatas, maka telah dilaksanakan upaya
peningkatan kapasitas kinerja melalui peningkatan profesionalisme sumberdaya
manusia, kualitas dan ketersediaan sarana/prasarana serta budaya kerja inovatif
dan berorientasi bisnis.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar